Objek Wisata Yogyakarta
Disusun Oleh:
klinton gultom
TEKNIK ELEKTRO -
KAMPUS BASHRA
Jl. Poltangan IV No.34
Pejaten Timur Pasar Minggu Jakarta 12510
KAMPUS TAYBA
Jl. Poltangan III No.97 Pasar Minggu Jakarta
12510
KATA PENGANTAR
uji
Syukur saya ucapkan ke hadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Berkat dan Kasih Karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Kode Etik dalam bentuk maupun isinya
yang cukup sederhana.
Semoga Tugas Kode
Etik ini bermanfaat
bagi para pembaca.
Setiap wilayah atau Negara pasti memiliki objek wisata yang
menarik dan unik . Dengan semakin maju atau berkembangnya era globalisasi ini
dapat membantu setiap Negara atau wilayah untuk memperkenalkan potensi objek
wisata yang dimilikinya. Cara
ini tentunya dapat menarik minat para wisatawan-wisatawan mengunjungi objek
wisata tersebut dan kita juga dapat mempelajari kelebihan dan kelemahan
objek wisata tersebut. Oleh
karena itu harapan saya semoga TugasKode Etik ini membantu menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Tugas Kode
Etik ini
saya akui masih banyak kekurangan dan ketidakpuasan dari para pembaca karena
pengalaman dan sumber yang
saya miliki masihkurang.
Oleh karena itu saya Mohon maaf Yang
sebesar-besarnya.
Terimakasih
Masjid Agung (Gede) Kauman
Masjid
Agung pada zaman dahulu
Masjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Gede Kauman ini
terletak di sebelah barat Alun- Alun Utara yang secara simbolis merupakan
transendensi untuk menunjukkan keberadaan Sultan, yaitu di samping pimpinan
perang atau penguasa pemerintahan (senopati ing ngalaga), juga sebagai sayidin
panatagama khalifatulah (wakil Allah) di
dunia di dalam memimpin agama (panatagama) di kasultanan. Dibangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono
I oleh seorang arsitek bernama K. Wiryokusumo, masjid ini mempunyai pengulu pertama
yaitu Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat. Seperti halnya masjid-masjid lain di
Jawa, masjid ini beratap tumpang tiga dengan mustoko, masjid ini berdenah bujur
sangkar, mempunyai serambi, pawestren, serta kolam di tiga sisi masjid. Namun
beberapa keunikan yang dimiliki oleh masjid ini adalah mempunyai gapura depan
dengan bentuk semar tinandu dan sepasang bangunan pagongan di halaman depan
untuk tempat gamelan sekaten. Masjid yang pernah dipugar akibat gempa bumi
besar ini merupakan masjid jammi kerajaan yang berfungsi sebagai tempat
beibadah, upacara kesagamaan, pusat syiar agama, dan tempat penegaan tata hukum
keagamaan. Seluruh kompleks Masjid ini
dikelilingi oleh pagar tembok tinggi di mana pada bagian utara terdapat
Dalem Pengulon yaitu tempat tinggal serta kantor abdi dalem pengulu, serta di
sebelah barat masjid terdapat beberapa makam yang diantaranya adalah makam Nyai
Ahmad Dahlan. Abdi dalem pengulu inilah yang membawahi para abdi dalem bidang
keagamaan lainnya, seperti abdi dalem pamethakan, suronoto, modin. Kawasan di
sekitar masjid merupakan kawasan pemukiman para santri ataupun ulama. Pemukiman
tersebut lebih dikenal dengan nama Kauman dan Suronatan.
Dalam perjalanan histories Yogyakarta,
kehidupan religius di kampung tersebut menjadi inspirasi dan tempat yang
kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya gerakan keagamaan Muhammadyah pada tahun
1912 M yang dipimpin oleh K.H.A. Dahlan.
Menggali jejak-jejak sejarah
dan religi di Yogyakarta banyak sekali pilihan. Salah satunya di Masjid Gedhe
Kauman Yogyakarta. Masjid yang berada di pusat kota ini menyajikan eksotisme
arsitek masa lalu yang sungguh indah. Posisinya persis di sebelah Barat depan
Kraton. Pembangunannya tidak terlepas dari berdirinya Kasultanan Yogyakarta
(kerajaan Islam) melalui perundingan Giyanti (1755), tepatnya 18 tahun
kemudian.
Arsitektur
Masjid ini dibangun dengan arsitekturalnya yang kental
dengan nuansa Kraton. Atap masjid menggunakan sistem atap tumpang tiga dengan
mustaka yang mengilustrasikan daun kluwih dan gadha. Sistem ini bermakna
kesempurnaan hidup melalui tiga tahapan kehidupan manusia yaitu, Syariat,
Makrifat dan Hakekat. Bangunan ini sudah mengalami renovasi tahun 1867 ketika
terjadi gempa besar yang meruntuhkan bangunan asli serambi masjid. Lantai dasar
masjid terbuat dari batu kali kemudian diganti marmer dari Italia. Pesona
lainnya adalah pada pemasangan batu kali putih pada dinding masjid yang tidak
menggunakan semen/ unsur perekat lain dan penggunaan kayu jati utuh (berusia
lebih 200 tahun) sebagai penopang bangunan masjid tersebut.
Ruangan:
1.Masjid induk: ruang sholat dilengkapi tempat imam dan mihrab.
2.Samping kiri mihrab: maksura (terbuat dari kayu jati bujur sangkar dengan
lantai marmer yang lebih tinggi serta dilengkapi dengan tombak). Maksura ini berfungsi
pengamanan raja ketika raja sholat berjamaah.
3.Mimbar: berupa singgasana berundak (terbuat dari kayu jati berukiran indah
berupa ornament stilir tumbuh-tumbuhan dan bunga di prada emas).
4.Pawestren (tempat jamaah putri),
5.Yakihun (ruang peristirahatan para ulama, khotib, dan merbot),
6.blumbang (kolam) dan
7.Kompleks bangunan lain: KUA, kantor Takmir, Pagongan (tempat penyimpanan
gamelan Sekaten),
8.Pajagan (tempat berjaga prajurit memanjang di kanan kiri gapura), Regol atau
gapura.
Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta adalah
bangunan masjid yang didirikan di pusat (ibukota) kerajaan. Bangunan ini
didirikan semasa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I. Perencanaan ruang kota
Yogyakarta konon didasarkan pada konsep taqwa. Oleh karenanya, komposisi ruang
luarnya dibentuk dengan batas-batas berupa penempatan lima masjid kasultanan di
empat buah mata angin dengan Masjid Agung sebagai pusatnya. Sedangkan komposisi
di dalam menempatkan Tugu (Tugu Pal Putih) - Panggung Krapyak sebagai elemen
utama inti ruang. Komposisi ini menempatkan Tugu Pal Putih-Keraton-Panggung
Krapyak dalam satu poros.
Bangunan Masjid Agung Keraton Yogyakarta berada di areal seluas
kurang lebih 13.000 meter persegi. Areal tersebut dibatasi oleh pagar tembok
keliling. Pembangunan masjid itu sendiri dilakukan setelah 16 tahun Keraton
Yogyakarta berdiri. Pendirian masjid itu sendiri atas prakarsa dari Kiai
Pengulu Faqih Ibrahim Dipaningrat yang pelaksanaannya ditangani oleh Tumenggung
Wiryakusuma, seorang arsitek keraton. Pembangunan masjid dilakukan secara
bertahap. Tahap pertama adalah pembangunan bangunan utama masjid. Tahap kedua
adalah pembangunan serambi masjid. Setelah itu dilakukan penambahan-penambahan
bangunan lainnya.
Bangunan Masjid Agung terdiri dari beberapa ruang, yaitu halaman
masjid, serambi masjid, dan ruang utama masjid. Halaman masjid terdiri atas
halaman depan dan halaman belakang. Halaman masjid merupakan ruangan terbuka
yang terletak di bagian luar bangunan utama dan serambi masjid. Halaman ini
dibatasi oleh tembok keliling. Sedang halaman belakang masjid merupakan makam
Nyi Achmad Dahlan dan beberapa makam lainnya. Ada lima
buah pintu yang dapat digunakan untuk memasuki halaman masjid. Dua buah pintu
terletak di sisi utara dan selatan. Sedangkan pada sisi timur terdapat sebuah
pintu yang berfungsi sebagai pintu gerbang utama. Bentuk pintu gerbang yang
sekrang ini adalah semar tinandu dengan atap limasan. Pada kedua sisi gapura
ini terdapat dua bangunan yang disebut bangsal prajurit. Pintu gerbang
dihubungkan dengan sebuah jalan yang membelah halaman depan menjadi dua bagian.
Jalan ini diapit dua buah bangunan yang dinamakan pagongan.
Bangunan serambi masjid dipisahkan dari halaman masjid. Bangunan
pemisahan itu berupa pagar tembok keliling dengan lima buah pintu masuk. Pada
sisi timur terdapat tiga buah pintu dan satu buah pada sisi utara serta
selatan. Bangunan serambi ini juga dikelilingi dengan sebuah parit kecil
(kolam) pada sisi utara, timur, dan selatan. Tempat/bangunan yang digunakan
untuk berwudhu terdapat di sebelah utara dan selatan serambi.
Bangunan serambi masjid berbentuk denah empat persegi panjang.
Serambi didirikan di atas batur setinggi satu meter. Pada serambi ini terdapat
24 tiang berumpak batu yang berbentuk padma. Umpak batu tersebut berpola hias
motif pinggir awan yang dipahatkan. Atap serambi masjid berbentuk limasan. Pada sebelah barat serambi ini berdiri bangunan Masjid
Agung yang merupakan ruang utama salat. Ruangan masjid berbentuk denah bujur
sangkar. Bangunan ,asjid didirikan di atas batur setinggi 1,7 meter. Pada sisi
utara masjid terdapat gedung pengajian, kamar mandi, dan WC untuk pria. Sedang
yang diperuntukkan bagi wanita berada pada sisi selatan. Mihrab berada pada dinding
sebelah barat. Pada dekat mihrab terdapat sebuah mimbar dan maksurah,
masing-masing terletak di sebelah utara dan selatan mihrab. Atap tajug bertumpang tiga menutupi ruang utama Masjid
Agung ini. Pada puncak atap terdapat mustaka. Ketiga atap masjid ini didukung
oleh dinding tembok pada keempat sisi ruangan dan tiang berjumlah 36 buah.
Tiang-tiang tersebut berpenampang bulat tanpa hiasan (polos). Ketiga puluh enam
tiang tersebut terdiri atas empat buah saka guru, 12 saka rawa, dan 20 saka
emper.
GUA JATI
JAJAR YOGYAKARTA
Gua
Jatijajar adalah
sebuah tempat wisata berupa gua alam yang terletak di desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Gua ini terbentuk dari batu kapur. Gua
Jatijajar mempunyai panjang dari pintu masuk ke pintu keluar sepanjang 250
meter. Lebar rata-rata 15 meter dan tinggi rata-rata 12 meter sedangkan
ketebalan langit-langit rata-rata 10 meter, dan ketingian dari permukaan laut
50 meter.
Gua ini ditemukan oleh seorang
petani yang memiliki tanah di atas Gua tersebut yang Bernama
"Jayamenawi". Pada suatu ketika Jayamenawi sedang mengambil rumput,
kemudian jatuh kesebuah lobang, ternyata lobang itu adalah sebuah lobang
ventilasi yang ada di langit-langit Gua tersebut. Lobang ini mempunyai garis
tengah 4 meter dan tinggi dari tanah yang berada dibawahnya 24 meter.
Pada mulanya pintu-pintu Gua masih
tertutup oleh tanah. Maka setelah tanah yang menutupi dibongkar dan dibuang,
ketemulah pintu Gua yang sekarang untuk masuk. Karena di muka pintu Gua ada 2
pohon jati yang besar tumbuh sejajar, maka gua tersebut diberi nama Gua
Jatijajar (Versi ke I).
Sungai
Di
dalam Gua Jatijajar terdapat 7 (tujuh) sungai atau sendang, tetapi yang data
dicapai dengan mudah hanya 4 (empat) sungai yaitu:
- Sungai Puser Bumi
- Sungai Jombor
- Sungai MawaR
- Sungai Kantil
Untuk sungai Puser Bumi dan Jombor
konon airnya mempunyai khasiat dapat digunakan untuk segala macam tujuan
menurut kepercayaan masing-masing. Sedangkan Sungai Mawar konon airnya jika
untuk mandi atau mencuci muka, mempunyai khasiat bisa awet muda. Adapun Sendang
kantil jika airnya untuk cuci muka atau mandi, maka niat/cita-citanya akan
mudah tercapai.
Pada saat ini yang telah dibangun
baru Sendang Mawar dan Sendang Kantil, Sedangkan Sendang Jombor dan Sendang
Puser Bumi masih alami dan masih belum ada penerangan serta licin.
Obyek wisata
Pada
tahun 1975 Gua Jatijajar mulai dibangun dan dikembangkan menjadi Objek Wisata.
Adapun yang mempunyai ide untuk mengembangkan atau membangun Gua Jatijajar
yaitu Bapak Suparjo Rustam sewaktu menjadi Gubernur Jawa Tengah. Sedang pada
waktu itu yang menjadi Bupati Kebumen adalah Bapak Supeno Suryodiprojo.
Untuk melancarkan dan melaksanakan
pengembangan Gua Jatijajar ditunjuk langsung oleh Bapak Suparjo Rustam cv.AIS
dari Yogyakarta, sebagai pimpinan dari cv.AIS adalah Bapak Saptoto, seorang
seniman deorama yang terkenal di Indonesia. Sebelum Pemda Kebumen melaksanakan
pembagunan Gua Jatijajar, terlebih dahulu Pemda Kebumen telah mengganti rugi
tanah penduduk yang terkena lokasi pembangunan Objek Wisata Gua Jatijajar
Seluas 5,5 hektar.
Setelah Gua Jatijajar dibangun
maka pengelolanya dikelola oleh Pemda Kebumen. Sejak Gua Jatijajar dibangun, di
dalam Gua Jatijajar sudah ditambah dengan bangunan-bangunan seni antara lain:
pemasangan lampu listrik sebagai penerangan, trap-trap beton untuk memberikan
kemudahan bagi para wisatawan yang masuk ke dalam Gua Jatijajar serta
pemasangan patung-patung atau deorama.
Batuan
Di
dalam Gua Jatijajar banyak terdapat Stalagmit dan juga Pilar atau Tiang Kapur, yaitu
pertemuan antara Stalagtit dengan Stalagmit. Kesemuanya ini terbentuk
dari endapan tetesan air hujan yang sudah bereaksi dengan batu-batu kapur yang
ditembusnya. Menurut penelitian para ahli, untuk pembentukan Stalagtit itu
membutuhkan waktu yang sangat lama. Dalam satu tahun terbentuknya Stalagtit
paling tebal hanya setebal 1 (satu) cm saja. Oleh sebab itu Gua Jatijajar
merupakan gua Kapur yang sudah tua sekali.
Batu-batuan yang ada di Gua
Jatijajar merupakan batuan yang sudah tua sekali. Karena umur yang sudah tua
sekali itu, maka di muka Gua Jatijajar dibangun sebuah patung Binatang Purba
Dino Saurus sebagai simbol dari Objek Wisata Gua Jatijajar, dari mulut patung
itu keluar air dari Sendang Kantil dan sendang Mawar, yang sepanjang tahun
belum pernah kering. Sedangkan air yang keluar dari patung Dino Saurus tersebut
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai pengairan sawah desa Jatijajar dan
sekitarnya.
Diorama
Diorama
yang di pasang dan dalam Gua Jatijajar ada 8 (delapan) deorama, yang
patung-patungnya ada 32 buah. Keseluruhannya mengisahkan cerita Legenda dari
"Raden
Kamandaka - Lutung Kasarung". Adapun kaitannya dengan Gua
Jatijajar ialah, dahulu kala Gua Jatijajar pernah digunakan untuk bertapa oleh
Raden Kamandaka Putera Mahkota dari Kerajaan
Pajajaran, yang bernama
aslinya Banyak Cokro atau Banyak Cakra.
Perlu diketahui bahwa zaman dahulu
sebagian dari wilayah Kabupaten Kebumen, adalah termasuk wilayah kekuasaan
Pajajaran, yang pusat pemerintahannya di Bogor (Batutulis) Jawa Barat. Adapun
batasnya yaitu Kali Lukulo dari Kabupaten Kebumen sebelah Timur Kali Lukulo
masuk ke wilayah Kerajaan Mojopahit, sedangkan sebelah barat Kali Lukulo masuk
wilayah Kerajaan Pajajaran. Sedangkan cerita itu terjadinya di kabupaten Pasir
Luhur, yaitu daerah Baturaden atau Purwokerto pada abad ke-14. Namun
keseluruhan dioramanya dipasang di dalam Gua Jatijajar.
MALIOBORO
Dalam bahasa Sansekerta, kata
“malioboro” bermakna karangan bunga. itu mungkin ada hubungannya dengan masa
lalu ketika Keraton mengadakan acara besar maka jalan malioboro akan dipenuhi
dengan bunga. Kata malioboro juga berasal dari nama seorang kolonial Inggris
yang bernama “Marlborough” yang pernah tinggal disana pada tahun 1811-1816 M.
pendirian jalan malioboro bertepatan dengan pendirian keraton Yogyakarta
(Kediaman Sultan).
Perwujudan
awal yang merupakan bagian dari konsep kota di Jawa, Jalan malioboro ditata
sebagai sumbu imaginer utara-selatan yang berkorelasi dengan Keraton ke Gunung
merapi di bagian utara dan laut Selatan sebagai simbol supranatural. Di era
kolonial (1790-1945) pola perkotaan itu terganggu oleh Belanda yang membangun
benteng Vredeburg (1790) di ujung selatan jalan Malioboro. Selain membangun
benteng belanda juga membangun Dutch Club (1822), the Dutch
Governor’s Residence (1830), Java Bank dan kantor Pos untuk mempertahankan
dominasi mereka di Yogyakarta. Perkembangan pesat terjadi pada masa itu yang
disebabkan oleh perdaganagan antara orang belanda dengan orang cina. Dan juga
disebabkan adanya pembagian tanah di sub-segmen Jalan Malioboro oleh Sultan
kepada masyarakat cina dan kemudian dikenal sebagagai Distrik Cina.
Perkembangan
pada masa itu didominasi oleh Belanda dalam membangun fasilitas untuk meningkatkan
perekonomian dan kekuatan mereka, Seperti pembangunan stasiun utama (1887)
di Jalan Malioboro, yang secara fisik berhasil membagi jalan menjadi dua
bagian. Sementara itu, jalan Malioboro memiliki peranan penting di era
kemerdekaan (pasca-1945), sebagai orang-orang Indonesia berjuang untuk membela
kemerdekaan mereka dalam pertempuran yang terjadi Utara-Selatan sepanjang
jalan.
Sekarang ini merupakan jalan pusat kawasan
wisatawan terbesar di Yogyakarta, dengan sejarah arsitektur kolonial Belanda
yang dicampur dengan kawasan komersial Cina dan kontemporer. Trotoar di
kedua sisi jalan penuh sesak dengan warung-warung kecil yang menjual berbagai
macam barang dagangan. Di malam hari beberapa restoran terbuka, disebut
lesehan, beroperasi sepanjang jalan. Jalan itu selama bertahun-tahun
menjadi jalan dua arah, tetapi pada 1980-an telah menjadi salah satu arah saja,
dari jalur kereta api ke selatan sampai Pasar Beringharjo. Hotel jaman
Belanda terbesar dan tertua jaman itu, Hotel Garuda, terletak di ujung utara
jalan di sisi Timur, berdekatan dengan jalur kereta api. Juga terdapat
rumah kompleks bekas era Belanda, Perdana Menteri, kepatihan yang kini telah
menjadi kantor pemerintah provinsi.
Malioboro juga
menjadi sejarah perkembangan seni sastra Indonesia. Dalam Antologi Puisi
Indonesia di Yogyakarta 1945-2000 memberi judul “MALIOBORO” untuk buku
tersebut, buku yang berisi 110 penyair yang pernah tinggal di yogyakarta selama
kurun waktu lebih dari setengah abad. Pada tahun 1970-an, Malioboro tumbuh
menjadi pusat dinamika seni budaya Jogjakarta. Jalan Malioboro menjadi
‘panggung’ bagi para “seniman jalanan” dengan pusatnya gedung Senisono. Namun
daya hidup seni jalanan ini akhirnya terhenti pada 1990-an setelah gedung
Senisono ditutup.
SEJARAH CANDI BOROBUDUR
Candi
Borobudur merupakan candi Buddha terbesar di dunia. Walaupun sudah bukan
merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia, Candi Borobudur tetap menarik
minat wisatawan, baik wisatawan domestik. Maupun wisatawa dari luar negeri
untuk mengunjungi Candi Borobudur ini.
Berikut ini adalah sejarah Candi Borobudur:
Borobudur
dibangun oleh Samaratungga, seorang raja kerajaan Mataram Kuno yang juga
keturunan dari Wangsa Syailendra pada abad ke-8. Keberadaan Candi Borobudur ini
pertama kali terungkap oleh Sir Thomas Stanford Rafles pada tahun 1814. Pada
saat itu, Candi Borobudur ditemukan dalam kondisi hancur dan terpendam di dalam
tanah. Candi yang terdiri dari 10 tingkat ini sebenarnya memiliki tinggi
keseluruhan 42 meter. Namun setelah dilakukan restorasi, tinggi keseluruhan
candi ini hanya mencapai 34,5 meter dengan luas bangunan candi secara
keseluruhan 123 x 123 meter (15.129 m2). Setiap tingkat pada Candi Borobudur
ini dari lantai pertama sampai lanyai enam memiliki bentuk persegi, sedangkan
mulai dari lantai ke tujuh sampai lantai ke sepuluh berbentuk bulat.
Candi Borobudur adalah candi Buddha terbesar pada
abad ke-9. Menurut Prasasti Kayumwungan, terungkap bahwa Candi Borobudur
selesai dibangun pada 26 Mei 824, atau hampir 100 tahun sejak mulai awal
dibangun. Konon nama Borobudur berarti sebuah gunung yang berteras - teras atau
biasa juga disebut dengan budhara. Namun ada juga yang mengatakan bahwa
Borobudur berarti biara yang terletak di tempat yang tinggi.
Beberapa ahli mengungkapkan bahwa posisi Candi Borobudur
berada pada ketinggian 235 meter diatas permukaan laut. Ini berdasarkan studi
dari para ahli Geologi yang mampu membuktikan bahwa Candi Borobudur pada saat
itu adalah sebuah kawasan danau yang besar sehingga sebagian besar desa-desa
yang berada di sekitar Candi Borobudur berada pada ketinggian yang sama,
termasuk Candi Pawon dan Candi Mendut.
Berdasarkan Prasasti tanggal 842 AD, seorang sejarawan
Casparis menyatakan bahwa Borobudur merupakan salah satu tempat untuk berdoa.
Dimana dalam prasasi tersebut mengandung kata "Kawulan i Bhumi
Sambhara" yang berarti asal kesucian dan Bhumi Sambara merupakan nama
sebuah sudut di Candi Borobudur tersebut. Setiap lantai pada Candi Borobudur
ini mengandung tema yang berbeda - beda karena pada setiap tingkat tersebut
melambangkan tahapan kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan ajaran Buddha
Mahayana bahwa setiap orang yang ingin mencapai tingkat kesempurnaan sebagai
Buddha harus melalui setiap tingkatan kehidupan. Pada setiap lantai di Candi
Borobudur terdapat relief - relief yang bila dibaca dengan runtut akan membawa
kita memutari Candi Borobudur searah dengan jarum jam.
IN ENGLISH
Masjid Agung (Gede) Kauman
Great Mosque in the ancient times
The mosque
is also known by the name of Cede Kauman mosque is located in the west of North
Square which is symbolic of transcendence to indicate the presence of the
Sultan , which is in addition to the leadership of the war or government
authorities ( Senopati ing ngalaga ) , as well as Sayidin Panatagama
khalifatulah ( representative of God ) in the world in the lead religion (
Panatagama ) in the Sultanate . Built on the Sri Sultan Hamengkubuwono I by an
architect named K. Wiryokusumo , this mosque has a first pengulu namely Kyai
Diponingrat Ibrahim Faqih . As with other mosques in Java , this mosque roofed
with overlapping three mustoko , this mosque berdenah , have porches ,
pawestren , as well as a pool on three sides of the mosque . However, some are
owned by the uniqueness of this mosque is to have the front gate and a pair of
shape pitcher tinandu Pagongan building on the front page for sekaten gamelan .
Mosques were never restored due to a major earthquake is jammi royal mosque
which serves as a place beibadah , kesagamaan ceremony , the center of
religious symbols and places of religious jurisprudence penegaan . The entire
mosque complex is surrounded by a high wall on the north where there is a
tradional Pengulon residence and office pengulu courtiers , and to the west of
the mosque there are several tombs including the tomb of Nyai Ahmad Dahlan .
This pengulu courtiers who oversees the religious field other courtiers , such
as the courtiers pamethakan , suronoto , muezzin . The area around the mosque
is a residential area of the students or scholars . The settlement known as
Kauman and Suronatan .
In the course of Yogyakarta historical , religious life in
the village an inspiration and a place that is conducive to growth and
development of the religious movement Muhammadiyah in 1912 AD led by CRC Dahlan
.
Digging the traces of history and religion in Yogyakarta
lot of choices . One of them in the mosque Gedhe Kauman Yogyakarta . The mosque
is located in the center of the city offers architects exotic past that is
beautiful . Position just in front of the west side of the Palace . Its
construction is inseparable from the establishment of the Sultanate of
Yogyakarta ( Islamic empire ) through negotiations Giyanti ( 1755) , exactly 18
years later .
Architecture
This mosque was built by the architectural is thick with
the feel of the Palace . The roof of the mosque using three overlapping roof
system that illustrate the mustaka kluwih leaves and gadha . This system means
the perfection of life through the three stages of human life , namely , the
Shari'a , Makrifat and Essentials . This building has been undergoing
renovation in 1867 when there was a great earthquake that ruined the original
portico of the mosque . The ground floor of the mosque made of
stone then replaced marble from Italy . Other charm is the
installation of a white stone on the walls of the mosque are not using cement /
adhesive element and the use of teak other intact ( over 200 years old ) in
support of the mosque building .
The room :
1.Masjid parent : a prayer room where the priest comes and
mihrab .
2.Samping left mihrab : maksura ( made from
teak wood squares with marble floors higher and equipped with a spear ) . The
security function Maksura king when the king prayers .
3.Mimbar : a throne staircase ( made from
teak wood carved ornament in the form stilir beautiful plants and flowers in
gold prada ) .
4.Pawestren ( where pilgrims daughter ) ,
5.Yakihun ( resting room of the scholars , preachers , and
merbot ) ,
6.blumbang ( pond ) and
7.Kompleks other buildings : KUA , Takmir office ,
Pagongan ( storage area Sekaten gamelan ) ,
8.Pajagan ( where soldiers guard extends on either side of
the gate ) , Regol or gate .
KERATON YOGYAKARTA
Sultan
Palace is an established mosque in the center ( capital ) kingdom . The
building was founded during the reign of Sultan Buwana I. Yogyakarta city hall
reportedly planning is based on the concept of taqwa . Therefore , the
composition of outer space formed by the boundaries of the form of the
placement of five mosques in the Sultanate four cardinal points with the Grand
Mosque as its center . While placing the composition in the Monument ( Tugu Pal
Putih) - Stage Krapyak as the main element of the core space . This composition
puts Tugu Pal Putih- palace - stage Krapyak in one axis .
Building the Great Mosque of Sultan Palace is located in
an area of approximately 13,000 square meters . The area bounded by the
circumference of the wall . Construction of the mosque itself is done after 16 years of Yogyakarta Palace stands . The establishment
of the mosque itself on the initiative of Kiai Faqih Ibrahim pengulu
Dipaningrat the implementation is handled by Tumenggung Wiryakusuma , an
architect of the palace . Mosque construction is done in stages . The first
phase is the construction of the main building of the mosque . The second phase
is the construction of a mosque porch . After that is done the other building
additions .
Great Mosque building consists of several rooms , the
courtyard of the mosque , the mosque portico , and the main hall of the mosque
. Page mosque consists of the front yard and back yard . Page mosque is open
space located on the outside of the main building and the porch of the mosque .
This page is limited by the walls around. Medium backyard of the mosque is the
tomb of Nyi Achmad Dahlan and several other tombs . There are five doors that
can be used to enter the mosque courtyard . Two doors are located on the north
side and the south . While on the east side there is a door that serves as the
main gateway . Sekrang shape gate is semar tinandu with pyramid roof . On both
sides of this gate there are two buildings called wards soldiers . The gate is
connected by a road that divides the front page into two sections . The road is
flanked by two buildings called Pagongan .
Building foyer is separated from the courtyard of the
mosque . Building a wall of separation was traveling with five entrances . On
the east side there are three doors and one on the north side and south . The
foyer of the building is also surrounded by a small ditch ( pool ) on the
north, east , and south . Place / building is used to perform ablutions are in
the north and the south porch .
Building the mosque portico rectangular shaped floor plan
. The porch was set on top of one meter tall platform . In the foyer there are
24 poles sacred terrace lotus -shaped stone . The stone base patterned
decorative cloud motif carved edge . Pyramid-shaped roof of the porch of the
mosque . On the west portico of the building stands the Great Mosque which is
the main prayer hall . Non mosque square -shaped floor plan . The building ,
erected on asjid 1.7 meter tall platform . On the north side of the building
there is a mosque sermons , bathroom and WC for men . Being intended for women
who are on the south side . Mihrab is located on the west wall . At the close
there is a mihrab and minbar maksurah , each located at the north and south of
the sanctuary . Bertumpang three tajug roof covering the main hall of the Great
Mosque . At the peak of the roof there is mustaka . The third mosque roof
supported by walls on all four sides of the room and pillar amounted to 36
pieces . The poles Berpenampang round unadorned ( plain ) . The thirty-sixth
pole consists of four pillars , 12 saka swamp , and 20 saka patio .
GUA JATIJAJAR YOGYAKARTA
Jatijajar cave is a natural tourist attractions such as caves
located in the village Jatijajar , the District 's father , Kebumen . The cave
is formed from limestone . The cave has a long Jatijajar from the entrance to
the exit along the 250 meters . Average width of 15 meters and an average
height of 12 meters , while the thickness of the ceiling on average 10 meters ,
and of the level of the sea level 50 meters .
The cave was discovered by a farmer who owns the land
above the cave is named " Jayamenawi " . At one point Jayamenawi 're
taking the grass , then fell toa hole , it turns out that the hole is a
ventilation hole in the cave ceiling . This hole has a center line and 4 meters
high from the ground that are below 24 meters .
At first, the doors are still covered by soil Cave . So
after soil covering dismantled and discarded , ketemulah door to enter the cave
that now . Because the front door of the Cave there are two large oak tree
grows parallel , the cave was named Cave Jatijajar ( Version to I ) .
River
Inside the
cave there Jatijajar 7 ( seven ) river or spring , but the data is achieved
easily only 4 ( four ) streams , namely :
1 . River Puser Earth
2 . River Jombor
3 . River rose
4 . River kantil
To stream Jombor Puser Earth and the water is said to have
properties can be used for all sorts of purposes according to their respective
beliefs . Meanwhile, if the water is said to Rose River to bathe or wash your
face , can have properties ageless . The Spring magnolia if the water is to
wash your face or shower , the intention / his goal will be easily achieved .
At the moment that have been built and the new Spring Rose
Spring kantil , while Spring and Spring Puser Jombor Earth unspoiled and still
no light and slick .
Sights
In 1975
Jatijajar cave was built and developed into attractions . As for who had the
idea to develop or build Jatijajar cave , Mr. Rustam Suparjo while becoming
Governor of Central Java . Being at that time who became regent of Kebumen is
Mr Supeno Suryodiprojo .
To launch and implement development Jatijajar cave
appointed by Mr. Rustam Suparjo cv.AIS of Yogyakarta , as head of cv.AIS is Mr.
Saptoto , a famous artist in Indonesia deorama . Before implementing Government
Kebumen pembagunan Jatijajar cave , Kebumen first local government has been
compensating the affected population in construction site cave attractions
Jatijajar Covering an area of 5.5 hectares .
Having built the cave Jatijajar managers Kebumen managed
by the local government . Since Cave Jatijajar built , in the Cave Jatijajar
have added the art buildings include: the installation of electric lights as
lighting , trap - trap concrete to make it easy for tourists to get into the
cave Jatijajar and the installation of the statues or deorama .
Rock
Inside the
cave there Jatijajar many stalagmites and also Pillar or Pole Lime , which is a
meeting between stalactites with stalagmites . All of these are formed from the
deposition of raindrops that have reacted with limestone rocks that penetrate .
According to research experts , for the formation of stalactites it takes a
very long time . Within one year of the formation of stalactites as thick as
the thickest only 1 ( one ) cm only . Therefore Jatijajar cave Limestone cave
which is very old .
Rocks in the cave Jatijajar is very old rocks . Due to the
very old age it , then on the face of the Cave Jatijajar built a statue of the
Ancient Dino Saurus animals as symbols of Attraction Jatijajar cave , from the
mouth of the statue out of the water and spring kantil Spring Rose , who has
never been dry all year round . While the water coming out of the statue Dino
Saurus used by people around the Jatijajar irrigating rice fields and
surrounding villages .
Diorama
Diorama in
pairs and in Jatijajar cave there are 8 ( eight ) deorama , the statues there
are 32 pieces . Legend tells the whole story of " Raden Kamandaka -
Kasarung monkey " . As for the relation with Jatijajar cave is , Jatijajar
ancient cave once used to be imprisoned by Raden Kamandaka Crown Prince of the
Kingdom of Padjadjaran , named originally Many Clark or Many Chakra .
Keep in mind that most of the ancient region Kebumen , is
included Pajajaran territory , the seat of government in Bogor ( Batutulis )
West Java . The time limit is Lukulo of Kebumen eastern time Lukulo enter the
territory of the Kingdom Mojopahit , while Kali west entrance area of the
Kingdom of Padjadjaran Lukulo . While the story in Pasir Luhur districts ,
namely Baturaden or Navan area in the 14th century . But overall dioramanya mounted inside Jatijajar cave .
MALIOBORO
In Sanskrit
, the word " Malioboro " meaningful bouquets . it might have
something to do with the past when the palace held a big event then Malioboro
street will be filled with flowers . Malioboro word also comes from the name of
a British colonial named " Marlborough " who had lived there in
1811-1816 AD coincided with the establishment of Malioboro Street Yogyakarta
palace establishment ( Sultan residence ) .
Initial embodiment which is part of the concept of cities
in Java , Jalan Malioboro styled as the imaginary north-south axis that
correlated with Kraton Mount Merapi to the north and South sea as a symbol of
the supernatural . In the colonial era (1790-1945) urban pattern was disrupted
by the Dutch who built the castle Vredeburg ( 1790 ) at the southern end of
Malioboro street . In addition to building a Dutch fort also built Dutch Club (
1822 ) , the Dutch Governor's Residence ( 1830) , the Java Bank and Post office
to maintain their dominance in Yogyakarta . The rapid development occurred at
that time caused by perdaganagan between the Dutch with the Chinese . And also
due to the division of land in the sub - segment by the Sultan to Jalan
Malioboro Chinese society and became known sebagagai China District .
Developments at that time was dominated by the Dutch in
building facilities to boost the economy and their strength , As the main
station building ( 1887) at Jalan Malioboro , which physically divides the road
into two successful parts . Meanwhile , Malioboro street has an important role
in the independence era ( post - 1945) , the Indonesian people fighting to
defend their independence in the fighting north-south along the road .
Now this is the way the center of Yogyakarta 's largest
tourist district , with a history of Dutch colonial architecture mixed with
contemporary Chinese commercial area . Sidewalks on both sides of the street
was crowded with small stalls selling a wide variety of merchandise . In the
evening several open-air restaurant , called Lesbian , operates along the way .
The road over the years into a two-way street , but in the 1980s it has become
one direction only , from the railway line to the south until Beringharjo .
Hotel biggest and oldest Dutch era that era , Hotel Garuda , is located at the
north end of the road on the east side , adjacent to the railway line . There
is also a complex houses the former Dutch era , the Prime Minister , kepatihan
which has now become a provincial government office .
Malioboro is also a history of the development of
Indonesian literary arts . In Indonesia in Yogyakarta Poetry Anthology
1945-2000 titled " MALIOBORO " for the book , a book that contains
110 poets who ever lived in Yogyakarta for a period of more than half a century
. In 1970 , Malioboro grow into a dynamic center of art and culture of
Jogjakarta . Jalan Malioboro to ' stage' for the " street artists "
with its building Senisono . But the vitality of street art was finally halted
in the 1990s after the building closed Senisono .
HISTORY BOROBUDUR
Borobudur is the
largest Buddhist temple in the world . Although it is not one of the seven
wonders of the world , Borobudur still attract tourists , both domestic . And
wisatawa from abroad to visit the Borobudur Temple .
Here is the history of Borobudur temple :
Borobudur was
built by Samaratungga , a king of the ancient Mataram kingdom which is also a
descendant of Sailendra dynasty in the 8th century . The existence of Borobudur
was first revealed by Sir Thomas Stanford Raffles in 1814 . At that time ,
Borobudur found in ruined condition and was buried in the ground . The temple
consists of 10 levels actually have an overall height of 42 meters . However,
after the restoration , the overall height of the temple is only 34.5 meters
with a building area of the temple as a whole of 123 x 123 meters ( 15,129 m2 )
. Each level on the Borobudur temple from the first floor to lanyai six has a
square shape , while starting from the seventh floor to the tenth floor is
round .
Borobudur is the largest Buddhist temple in the 9th
century . According to the inscription Kayumwungan , revealed that Borobudur
was completed on May 26, 824 , or nearly 100 years since its initial
construction. It is said that the name Borobudur means a mountain having
terraces - the terrace or also called budhara . But others say that Borobudur
means monastery on the high place .
Some experts said that the position of the Borobudur
Temple is located at an altitude of 235 meters above sea level . It is based on
a study of the geologists who are able to prove that Borobudur at the time was
a large lake area so most of the villages around Borobudur Temple were located
at the same height , including Pawon and Mendut .
Based on the inscription dated 842 AD , a historian
Casparis stated that Borobudur is a place to pray . Where in the prasasi
contain the word " Kawulan i Bhumi Sambhara " which means the origin
of holiness and Sambara Bhumi is the name of a corner at the Borobudur Temple .
Each floor of the Borobudur Temple contains a different theme - different
because at each level represent the stages of human life . This is in
accordance with the teachings of Mahayana Buddhism that everyone who wants to
reach the level of perfection as the Buddha had to through every level of life
. On each floor there is a relief in Borobudur Temple - relief which when read
by coherently will take us around the Borobudur temple clockwise .